PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap anak belajar berkomunikasi dengan orang lain lewat
berbagai cara. Meskipun cara anak yang satu dengan yang lain berbeda, ada
hal-hal yang umum yang terjadi pada hampir setiap anak. Pengetahuan tentang konsep pemerolehan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis yang
terjadi pada mereka, dan perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat
penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka
belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga Perkembangan bahasa atau
komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak
yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang
tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai
berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep pemerolehan bahasa anak?
2.
Bagaimana teori pemerolehan
bahasa anak?
3.
Bagaimana tahap pemerolehan bahasa anak?
4.
Apa faktor yang mempengaruhi
pemerolehan bahasa anak?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep
pemerolehan bahasa anak.
2. Mengetahui teori pemerolehan bahasa anak.
3. Mengetahui tahap pemerolehan bahasa anak.
4. Mengetahui fakto yeng mempengaruhi
pemerolehan bahasa anak.
BAB II
Pembahasan
2.1 Konsep Pemerolehan Bahasa Anak
A. Pemahaman
Istilah (Acquisition dan Learning, Nature dan Nurture, dan Competence dan
Performance)
Wilkins (1974) dalam Ellis (1990:41) memberikan pengertian terhadap
perbedaan istilah pemerolehan dan pembelajaran seperti berikut: “pemerolehan”
merupakan proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada
waktu dia belajar bahasa ibunya (native language/mother tongue) sedangkan
“pembelajaran” adalah proses yang dilakukan (umumnya dewasa) dalam tatanan yang
formal, yakni, belajar di kelas/di luar (indoor dan outdoor class) dan
diajarkan oleh guru. Lebih rinci mengenai aspek perbedaan keduanya bisa dilihat
pada Ellis (1990) dalam bukunya “Instructed Second Language Acquisition”. Namun
demikian ada juga yang menggunakan istilah “pemerolehan bahasa kedua” (second
language acquisition) seperti Krashen (1972), Nurhadi, dan lain-lain.
Disamping kedua istilah diatas, yang bisa menimbulkan salah
pengertian kita terutama karena kemiripan pengucapannya adalah sifat
pemerolehan yaitu nurture atau nature. Istilah tersebut memang lahir dari kedua
tokoh yang berlainan aliran dan bidang kajian yang berbeda pula, dimana istilah
nurture merupakan kesimpulan dari teori Behaviorisme yang mengatakan bahwa otak
manusia dilahirkan seperti tabulrasa (blank slate/piring kosong) dimana blank
slate ini akan diisi oleh alam sekitarnya. Pelopor moderen dalam pandangan ini
adalah seorang psikolog dari Universitas Harvard yaitu, B.F. Skinner. Sedangkan
istilah nature adalah lahir dari teori Innatisme yang dipelopori oleh Noam
Chomsky (1960an) yang mengatakn bahwa manusia dilahirkan dengan Innate
Properties (bekal kodrati) yaitu bersama Faculties of the Mind (kapling minda)
yang salah satu bagiannya khusus untuk memperoleh bahasa, yaitu Language
Acquisition Device (piranti pemerolehan bahasa). Karena alat ini berlaku
semesta, maka kemudian Chomsky merumuskan teorinya dengan istilah Universal
Grammar (tatabahasa semesta). Jadi perkembangan pemerolehan bahasa anak akan
seiring dengan pertumbuhan faktor biologisnya (Ghazali: 2000 dan Dardjowidjojo:
2005).
Meskipun terjadi perbedaan sifat pemerolehan seperti disebutkan
diatas, namun antara Nurture dan Nature sama-sama saling mendukung. Nature
diperlukan, karena tanpa bekal kodrati makhluk tidak mungkin anak dapat
berbahasa sedangkan nurture diperlukan, karena tanpa input dari alam sekitar
bekal yang kodrati itu tidak akan terwujud (Dardjowidjojo, 2003:237).
Dari teori Universal Grammar Chomsky tersebut diatas muncul istilah
competence dan performance. Chomsky (1960) mengatakan bahwa: “Competence: What
we know - Our deep structure - What we are capable of doing while Performance:
What we show - Our surface structure - What we do” (Elliot, 1996:7-9). Dalam
pengertian lain bisa juga dikatakan bahwa yang disebut dengan kompetensi adalah
proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari, sedangkan
performasi merupakan kemampuan memahami dan melahirkan atau menerbitkan
kalimat-kalimat baru (Chaer, 2003:167). Sehingga ketika seseorang memiliki
kompetensi berbahasa yang baik dan benar maka sudah bisa dipastikan orang
tersebut akan sukses dalam performasinya (spoken&written language), kecuali
orang tersebut mengalami language disorders seperti dyslexia dan aphasia.
2.2 Teori Pemerolehan Bahasa Anak
1. Teori
Behaviorisme
Teori ini mulanya, terilhami oleh seorang filusuf Inggris yang hidup pada
abad ke- 17 salah satu tokoh Empirisme yaitu John Lock yang kemudian dianut dan
disebarluaskan oleh John B. Watson seorang tokoh terkemuka alisan Behaviorisme
dalam Psikologi. Meskipun sebelumnya telah dijelaskan oleh seorang filusuf dan
juga negarawan asal Inggris yang bernama Francis Bacon di awal abad ke-17 baru
kemudia dimunculkan oleh Lock dan John B. Watson dalam berbagai tulisan mereka
di jurnal-jurnal ilmiah (Encarta Encyclopedia:2006). Mereka
mengklaim bahwa otak bayi waktu dilahirkan sama sekali seperti kertas
kosong/piring kosong (tabularasa/blank slate), yang nanti akan diisi dengan
pengalaman-pengalaman. Dengan kata lain bahwa semua pengetahuan dalam bahasa
manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa adalah merupakan hasil dari
integrasi peristiwa-peristiwa linguistik yang diamati dan dialami manusia
(Chaer, 2002:173).
Sejalan dengan anggapan diatas mereka (kaum behaviorisme) menganggap bahwa
pengetahuan linguistik terdiri hanya dari rangkaian hubungan – hubungan yang
dibentuk dengan cara pembelajaran “stimulus – respons”, dimana bahasa
diasumsikan sebagai sekumpulan tabiat-tabiat atau perilaku-perilaku yang
kemudian ditulis pada tabularasa otak anak.
Anggapan
ini kemudian mendapat kritik dari para ahli lain terutama dari Chomsky pakar
teori transformasi generative. Chomsky menganggap bahwa kaum behaviorisme tidak
mampu menjelaskan proses pemerolehan bahasa itu sendiri. Kritik dari Chomsky
ini mengundang reaksi dari pengikut kaum behaviorisme seperti Jenkin dengan
teori mediasinya dengan mengatakan bahwa: “Learners receive linguistic input
from speakers in their environment and they form associations between words and
object or events”. Tetapi tetap saja apa yang mereka usahakan tidak mampu
menjawab faktor kreatifitas dalam penggunaan bahasa serta bagaimana kompetensi
bahasa digunakan untuk membuat dan memahami kalimat-kalimat baru yang belum
pernah dibuatnya, begitu pula dengan pengikutnya yang lain seperti Bloomfield
and Skinner yang mendasari pada hipotesis tabularasa dan teori
stimulus-respons.
2. Teori
Innetisme
Teori
ini dipelopori oleh Noam Chomsky pada awal tahun 1960-an sebagai bantahan
terhadap teori belajar bahasa yang dilontarkan oleh kaum behaviorisme tersebut.
Noam Chomsky berkesimpulan bahwa teori behaviorisme tidak mampu menjelaskan
proses pemerolehan bahasa dan kompetensi linguistiknya. Pemerolehan bahasa
bukan didasarkan pada nurture (pemerolehan itu ditentukan oleh alam lingkungan)
tetapi pada nature, artinya anak memperoleh bahasa seperti dia memperoleh
kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai tabularasa,
tetapi telah dibekali dengan Innate Properties (bekal kodrati) yaitu Faculties
of the Mind (kapling minda) yang salah satu bagiannya khusus untk memperoleh
bahasa, yaitu “Language Acquisition Device”, karena alat tersebut berlaku
semesta maka kemudian Chomsky merumuskan teorinya dengan istilah Universal
Grammar (tatabahasa semesta).
Lebih lanjut Chomsky mengatakan bahwa lingkungan hanya berfungsi sebagai
pemberi masukan dan Language Acquisition Device itulah yang akan mengolah
masukan (input) dan menentukan apa yang dikuasai lebih dahulu seperti bunyi,
kata, frasa, kalimat, dan seterusnya (Clark&Clark, 1977). Dengan
demikian, bahwa kemampuan yang dimiliki manusia telah terprogram secara
biologis agar manusia dapat belajar bahasa. Kemudian kemampuan itu tumbuh dan
berkembang sejalan dengan bertumbuhan biologis anak (otak, organ bicara, dll)
yang pada akhirnya mampu mempelajari kaidah tata bahasa. Sehingga
kalimat-kalima yang belum pernah didengar sebelumnya akan tetap mampu di
ujarkan secara benar dan konsisten karena ada LAD/PPB tersebut.
3. Teori
Kognitivisme
Berawal
dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berunyi “logical thinking underlies
both linguistic and nonlinguistic developments”, kemudian memancing para
teoritis (1970-an) untuk kembali mengembangkan teori kognitif yang semula
dikenal dalam ilmu psikologis, untuk menerangkan pertumbuhan kemampuan
berbahasa yang mereka anggap belum memuaskan dari penjelasan Chomsky diatas.
Mereka mengatakan bahwa anak lebih dahulu mengembangkan pengetahuan dunia
secara umum (nonlinguistic knowledge), barulah ia kemudian menerapkan kemampuan
bahasanya (linguistic knowledge). Dalam kaitannya dengan perkembangan kemampuan
berbahasa, kaum kognitivisme mengatakan bahwa anak harus lebih dahulu memiliki
kemampuan memetakan pikiran logis terhadap kategori dan hubungan yang ada dalam
bahasa. Pemetaan tersebut terjadi melalui proses asosiasi (bagaimana proses
asosiasi ini terjadi silakan lihat Chaer, 2002). Perbedaan dan kesamaanya
dengan teori Chomsky yaitu:
INNATISME
|
KOGNITIVISME
|
||
Perbedaan
|
1
|
Kemampuan kognitif telah terprogram sebelum ia
dilahirkan
|
Kemampuan kognitif itu tumbuh akibat anak
berinteraksi dengan lingkungannya
|
2
|
Berbicara mengenai kemampuan belajar bahasa
|
Berbicara tentang kemampuan berpikir logis
|
|
3
|
Peran berpikir logis tidak penting
|
Peran berpikir logis sangat penting
|
|
4
|
Kemampuan belajar bahasa merupakan ciri unik yang
hanya dimiliki manusia
|
Kemampuan berpikir logis merupakan ciri unik yang
hanya dimiliki manusia
|
|
5
|
Perkembangan knowledge of language berkembang
secara terpisah dari perkembangan berpikir logis
|
Aspek berpikir logis mestinya berkembang lebih
dahulu sebelum anak mengembangkan bahasanya
|
|
Persamaan
|
1
|
Sama-sama memiliki pandangan tentang pertumbuhan
kemampuan bahasa
|
|
2
|
Sama – sama berpendapat bahwa apa yang diperoleh
anak adalah categories and rules of language
|
||
3
|
Sama – sama menyetujui bahwa kedua pengetahuan
itu (categories and rules of language) terletak didalam otak
pembelajar bahasa
|
2.3 Tahap Pemerolehan Bahasa Anak
1.
Tahap Meraban (Pralinguistik) Pertama(0,0-0,5) Pada tahap meraban
pertama,selama bulan-bulanawal kehidupan, bayi-bayi menangis, menjerit
dantertawa.
2.
Tahap Meraban Kedua (0,5-1,0) Tahap ini anak mulai aktif artinya tidak
sepasifsewaktu ia berada pada tahap meraban pertama. Secarafisik ia sudah dapat
melakukan gerakan-gerakan sepertimemegang dan mengangkat benda atau menunjuk.
3. Tahap Linguistik Para ahli psikolinguistik
membagi tahap inike dalam lima tahapan, yaitu:
1.
Tahap I, tahap Holofrastik (Tahap Linguistik pertama, 1,0-2,0)
2.
Tahap II, kalimat Dua Kata (2,0-3,0)
3.
Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa (3,0-4,0)
4.
Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Menjelang dewasa/Pradewasa (4,0-5,0)
5.
Tahap Linguistik V : Kompetensi Penuh (5,0-)
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa
Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa
anak:Ø
1. Faktor biologis
2. Faktor lingkungan sosial
3. Faktor intelegensi; dan
4. Faktor motivasi
1. Faktor biologis
2. Faktor lingkungan sosial
3. Faktor intelegensi; dan
4. Faktor motivasi
Menurut
Ellies dkk. (1989) mengemukakan bahwa anak belajar berbicara sesuai dengan
kebutuhannya. Sekiranya ia dapat memperoleh apa yang diinginkannya tanpa
bersusah payah untuk memintanya, maka ia tidak merasa perlu untuk berusaha
belajar berbahasa. Jadi pada mulanya motif anak belajar bahasa ialah agar dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, keinginan-keinginannya, dan menguasai
lingkungannya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Dengan demikian
kebutuhan utama anak sehingga belajar berbahas yaitu:
a. Keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, kemudian mengenal dirinya sendiri dan kawan-kawannya;
b. Member perintah dan menyatakan kemauan;
c. Pergaulan social dengan orang lain; dan
d. Menyatakan pendapat dan ide-idenya.
BAB III
Penutup
3.1 Simpulan
Pemerolehan bahasa merupakan
proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan
menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa anak:Ø
1. Faktor biologis
2. Faktor lingkungan sosial
3. Faktor intelegensi; dan
4. Faktor motivasi
Pengaruh pembelajaran pada Pemerolehan Bahasa AnakØ
1. Pengaruh pembelajaran pada urutan pemerolehan bahasa
2. Pengaruh pembelajaran pada proses pemerolehan bahasa
3. Pengaruh pembelajaran pada kecepatan pemerolehan bahasa
3.2 Saran
Pada pembelajaran pemerolehan anak sudah menjadi
keharusan bagi orang tua, pendidik, dan lingkungan masyarakat untuk bekerja
bersama-sama memberikan kontribusi secara aktif dan positif dalam membentuk
kualitas anak yang cerdas baik secara intelektual, emosional, maupun
spiritualnya.
Daftar Pustaka
Zuchdi, Darmiyati. 2001. Pendidikan Sastra dan Bahasa
Indonesia kelas rendah. Yogyakarta:PAS
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa
Faisal, Muhammad. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa
Faisal, Muhammad. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar